Buku Pujangga - Tak kupedulikan usia kenal kami ini seusia cerahnya cakrawala di musim hujan di kota ini. Tak jua kuperdulikan kata mereka yang mengakatakan cinta hadir dari pertemuan pandangan mata yang nyata. Takkan jua pernah kan kuperdulikan seberapa banyak tangan-tangan penuh kinasihnya mereka itu yang ingin menyentuh hatinya lalu kemudian berhasratkan ingin memilikinya. Karna yang kuperdulikan tentangnya hanyalah sebatas apa yang ada didalam palung hati ini. Dimana hati hanya tahu kebaikannya dalam menghadapi manusia tak beruntung ini. Dimana hati tiba saja menebarkan segenap kepercayaan dalam diri tuk diletakkan diatas namanya. Dimanakah letak hati ini bersalah sikap tentangnya, cinta.
Puluhan kali kata cinta telah kulisankan padanya meski sebatas kata-kata diatas kaca bercahaya yang telah tertulis oleh pena tak bertinta. Puluhan kali itu jua kata tanggapnya entah hilang dan bersembunyi dimana.
Entah bermainkah… Entah meragukah… Entah merasa seperti tengah tersudutkan oleh segenap sang ketidakpantasan mencintanyakah… Entahlah mengapa kini ia memilih yang lain tuk ditempatkannya kedalam hatinya yang cantik serta indah itu. Memilih tinggalkan hati ini yang benar-benar mencintainya. Memilih membiarkan hati ini terdiam tanpa daya di ruang kelukaan yang terasa begitu amat penuh dengan udara perih jua nyeri.
Wahai engkau Pencinta cinta diatas kebenaran makna cinta yang hakiki… Maki lah manusia tak beruntung ini. Bila manusia tak beruntung ini telah salah bersikap. Manusia yang hanya bisa mengandalkan kata hatinya ketimbang apa kata penghuni isi tengkorak kepalanya. Manusia yang hanya tahu cinta itu adalah salah satu pilar yang paling utama diantara pilar-pilar penopang kehidupan ini yang lain. Manusia yang bodoh yang tak mengerti tindakan lain selain diam mematung diatas tangan sang kepasrahan jua sang ketulusan sebuah cara mencintai cinta ketika harus cinta yang dimilikinya tersebut membuatnya terluka.
Syair terakhir inilah yang sempat kusampaikan padanya kemarin ini sebelum air mata ini benar-benar meleleh karnanya…. Pikir menegak namun hati meracau lemah… terdiam diantara kepasrahan jua ketulusan. Menanti sebentuk kinasih namun yang tandang sekawanan perih… bibir tersenyum hati menangis…. Dan begitulah hati ini mensyairkan perasaan yang ada didalamnya tersebut tuk diumbarkan padanya. Hati yang begitu amat terluka karna telah dilemparnya ke dalam kubangan yang hampa akan rasa bahagia hanya karna hati ini telah berani katakan cinta yang dimilikinya didalam kejujurannya.
Kini satu yang sejatinya telah diketahui manusia tak beruntung ini disini. Bila sang penyair Libanon itu berkata serta menuliskan katanya tersebut diatas sayap-sayap patahnya…dimana bahwasannya sebahagia-bahagianya seorang penyair itu sesungguhnya ia akan tetap terbelenggu diatas sebuah penderitaan. Maka manusia tak beruntung ini pun akan sedikit angkuh tuk coba berkata dan menuliskannya diatas sepanjang balutan hatinya…dimana kebahagian sang pemuja jua penikmat syair terletak diatas penderitaan sang pembuat syair tersebut, dan kebahagian sang penyair itu terletak didalam kepedihan hatinya juga diatas kebahagian para mereka yang memuja jua menikmati syairnya tersebut.